Madura dalam Narasi Militer
Pada 5 Oktober 1945, pemerintah Indonesia menginstruksikan pembentukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), untuk efisiensi perlawanan terhadap Jepang. Di kawasan Madura, dibentuk TKR berupa Resimen V dan Resimen VI. Letkol R. Asmirojudo mimimpin Resimen V untuk Kabupaten Sampang dan Bangkalan.
Sedangkan, R. Chandra Hasan mengomsndo Resimen VI untuk kawasan Pamekasan dan Sumenep. Di Madura juga dibentuk beberapa barisan kelaskaran, di antaranya barisan Sabilillah di Komando R Modhar Amin, Barisan Pemberontak Republik Indy (BPRI) pimpinan Amin Jakfar, dan Pesindo dipimipin oleh Soedomo (Moestadjie)
Ketika Jepang Masuk ke kawasan Indonesia, daerah kekuasaan dibagi menjadi tiga bagian: Sumatra Jawa, dan Madura di bawah komando militer Angkatan Darat ke-16.
Kawasan Jawa dan Madura menjadi pusat sumber daya untuk membantu Jepang menyiapkan barisan militer dan Laskar-laskar sipil dalam mengawal kekuatan pertahanan di daerah Asia Tenggara.
Pada 12 Maret 1942, tentara Dai Nippon menduduki Madura, dengan kampanye kemakmuran Asia Timur Raya dan lagu Indonesia Raya dikumandangkan. Tentu saja, strategi ini berhasil merebut simpati warga Madura Untuk Ikut berjuang.
Barisan santri Madura bergabung dengan beberapa jaringan laskar, di antaranya yang terbesar adalah Laskar Sabilillah, yang dikomando beberapa Kiai pesantren. Sabilillah merupakan divisi laskar dari kelompok Kiai, yang dikawal oleh Kiai Masykur Malang sebagai pimpinan pusatnya.
Sedangkan, Laskar Hizbullah dari kalangan pemuda santri dikomando oleh KH Zainul Arifin. Dua Laskar ini, Hizbullah dan Sabilillah dikawal oleh Laskar Kiai bernama Laskar Mujahidin, yang dipimpin oleh Kiai Wahab Chasbullah.
Bersambung.....