Seorang Ulama bukan hanya guru bagi masyarakat atau Umatnya. Namun, seorang ulama juga panutan dan teladan, baik dalam hal keilmuan, kesalehan, maupun dalam hal sikap moral dan sosialnya. Apa lagi dalam Islam, ulama dipandang dan ditempatkan dalam posisi yang sangat mulia, yaitu sebagai pewaris nabi-nabi.
Sebagai pewaris nabi-nabi, seorang ulama memiliki tanggung jawab untuk menyeruh pada kebaikan, mengajak manusia ke jalan kebenaran menuju Alloh Swt.
Dalam rangka mengajak manusia pada kebaikan dan jalan kebenaran, tentu saja yang diperlukan oleh seorang ulama bukan hanya ilmu yang mumpuni, melainkan juga harus memiliki sikap maupun kepribadian yang baik sehingga dapat diteladani dan dicontoh.
Demikian halnya pada diri seorang dzurriyah Rasulullah Saw atau yang kita kenal dengan sebutan "Habib". Orang-orang yang menyandang status sebagai keturunan Rasulullah Saw (Habib) memiliki tempat khusus di hati masyarakat muslim.
Ada kebanggaan tersendiri bagi masyarakat muslim ketika mereka dapat berjumpa dan belajar kepada seorang habib, karena itu, seorang habib idealnya harus memiliki wawasan keilmuan yang luas dalam bidang agama dan sekaligus mewarisi sikap dan moral yang terpuji sebagaimana leluhur mereka; Rasulullah Saw.
Ilmu agama yang luas dan mendalam yang ditopang dengan akhlak terpuji itulah yang pada akhirnya akan memudahkan peranan habaib (para habib) dalam menjalankan misi dakwah mereka.
Dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia, banyak sekali informasi yang menjelaskan bagaimana jaringan Habaib menjalankan misi dakwahnya dengan penuh kebijaksanaan dan kearifan.
Sehingga tidak mengherankan kalau masyarakat Indonesia yang pada waktu itu masih banyak menganut aliran-aliran kepercayaan dengan tangan terbuka untuk menerima seruan untuk masuk Islam.
Bersambung....