Narasi perjuangan para Kiai di kawasan Priangan Timur, merupakan catatan perlawanan dengan darah dan nyawa. Kisah Kiai Zaenal Mustafa dan ajengan Ruchiyat layak menjadi catatan, bagaimana jaringan Kiai konsisten berdakwah mengembangkan pesantren, sekaligus berjuang untuk Jihad melawan penjajah. Bagaimana kisahnya?
Kiai Zaenal Mustafa bernama asli Umri, atau Hudaemi. Beliau lahir pada tahun 1899 di Kampung Bageur, Cimerah, Kawedanan Singaparna, Tasikmalaya. Sejak kecil, beliau mengaji di beberapa pesantren di kawasan Jawa Barat. Awalnya, Hudaemi belajar di pesantren Gunung Pari yang diasuh Ajeng Zainal Mukhsin.
Setelah nyantri dan tabarrukan selama tujuh tahun kepada Ajeng Zainal, Hudaemi melanjutkan jejak pengetahuan ke pesantren Jamais, lalu ke pesantren sukaraja garut. Setelah itu, menyerap berkah di pesantren suka miskin, Bandung, Jawa Barat.
Sebagai Santri kelana, Hudaemi memiliki impian dan niat yang kuat untuk terus belajar serta mencari berkah ke beberapa guru. Setelah mengaji di suka Miskin, Hudaemi kemudian kembali ke tasikmalaya, berguru kepada Kiai Muttaqien di Cilenga, Singaparna.
Karena ketekunan dan akhlaknya, Hudaemi kemudian diangkat sebagai badal Kiai Muttaqien, untuk mendidik Santri di pesantren Cilenga. Sebagai Kiai muda, Hudaemi menjadi rujukan Santri-santri untuk mengaji.
Pada 1927, ia merintis pesantren di kampung Bageur, Cikembang, Girang, Cimerah, Singaparna. Pada 1937, beliau menunaikan ibadah haji di tanah Suci, kemudian mengganti nama menjadi Zaenal Mustafa.
Bersambung.....
Foto: idprajuritpena. blogspot. Com
Sumber: Pahlawan Santri Tulang Punggung pergerakan Nasional.
By: Munawir Aziz
Penyadur: Abdul Chalim