Masalah ini berakhir dengan terbunuhnya Utsman Ra, yang berakibat kosongnya kepemimpinan. Dalam suasana yang demikian sebagian umat melirik Ali bin Abi Thalib Ra dan mendesaknya untuk mengisi jabatan yang lowong itu.
Namun, naiknya Ali Ra ternyata tidak menyelesaikan persoalan politik yang sudah terlanjur meluas di tubuh umat Islam.
Kelompok Syiah semakin mengkristal menjadi kekuatan politik setelah peristiwa berdarah yang terjadi antara kubu Ali Ra dan lawan-lawan politiknya (Mu'awiyah, Aisyah Ra, dan Khawarij).
Oleh sebab itu, meskipun istilah Syiah itu sendiri mempunyai akar kuat dalam Al-Quran (QS 19:69; 28:15; 37:83), faktor sejarah adalah unsur terkuat dalam membentuk kelembagaan Syiah.
Menurut catatan sejarah, setelah Ali bin Abi Thalib kalah dalam Tahkim (Arbitrase) dari kelompok Mu'awiyah, para pengikutnya kemudian terpecah menjadi tiga kelompok.
Kelompok pertama adalah mereka yang tidak setuju dengan hasil yang cenderung merugikan pihak Ali bin Abi Thalib Ra.
Sebagai bentuk kekecewaan, kelompok ini kemudian menyatakan keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib Ra dan di kenal sebagai kaum Khawarij.
Kelompok yang kedua adalah mereka yang tetap mengakui Ali bin Abi Thalib ra sebagai Khalifah, namun bersikap netral terhadap persengketaan yang terjadi diantara sesama muslim.
Kelompok yang ketiga adalah mereka yang tetap setia dan patuh kepada Ali bin Abi Thalib Ra. Kelompok yang terakhir inilah yang kemudian di sebut Syiah, yang terus berkembang hingga kini.
Bersambung.....
Kedinding Lor, Surabaya, Sabtu - 9 - Maret - 2024
For further information call: 081 333 999 867
